Monday, September 15, 2014

MA #134: Hukum shalat berjamaah & adzan / iqomah

Afwan, ustadz. Yang berkewajiban mendirikan jamaah sholat di suatu kampung atau sebuah masjid itu siapa ya. Jika tidak ada yg adzan apakah kita berdosa, padahal kita bukan muadzin atau pengurus masjid?

Hukum shalat jamaah diperselisihkan oleh para ulama. Menurut fatwa Lajnah Daaimah, hukumnya adalah wajib bila tidak ada ‘udzur syar’i. Hal ini didasarkan banyak dalil diantaranya adalah: Qs. An-nisa 102; Ayat tersebut memerintahkan untuk berjamaah disaat perang, maka jika dalam keadaan aman tentunya lebih diperintahkan.

Bahwa Syekh Ibnu Taimiyah berkata, ”Jamaah menjadi syarat sah shalat seorang laki-laki, maka jika ia shalat tanpa berjamaah, shalatnya tidak sah.”

Tapi Ibnu Qudamah mengatakan, ”Aku tidak mengetahui satu ulamapun yang mewajibkan seseorang untuk mengulangi shalatnya ketika ia shalat tidak berjamaah.”

Jadi menurut pendapat yang kuat adalah, ”Shalatnya tetap sah, tapi berdosa karena meniggalkan jamaah.”

Hukum adzan disebuah kampung diperselisihkan para ulama. Menurut fatwa Lajnah Daaimah adalah fardhu kifayah.

Ibnu Taimiyah berkata, ”Adzan dan iqomah hukumnya adalah fardhu kifayah.”

Sehingga bila ada sebagian kaum muslimin yang telah mengumandangkan adzan (di sebuah kampung yang terdapat masjid) maka gugurlah kewajiban tersebut, tapi jika tidak ada satupun yang mengerjakannya maka semuanya berdosa.”

(Taudiihul ahkaam)

Allahualmbishowab.

MA #133: Memilih kemudharatan yang lebih ringan

Ada teman bertanya kepada ana. Dia kemarin ditawarkan sama perusahaan sebelumnya untuk kembali bergabung dengan jabatan lebih tinggi. Saat itu dia jawab OK, tetapi kemudian perusahaan yang sekarang juga menawarkan posisi yang lebih baik. Di perusahaan sekarang 90% muslim dan dekat masjid; di perusahaan sebelumnya sebaliknya. Pertanyaannya apakah janji verbal itu bisa kita batalkan?

Ada kaedah yang menyatakan:

إذا تعارض الضرران يركتب أخفهما وأسهلهما

“Apabila ada dua kemudharatan yang saling berhadapan maka dikerjakan kemudharatan yang lebih ringan dan lebih mudah.”

Maka boleh membatalkan persetujuan tersebut, karena kemudharatannya lebih ringan dari pada kemudharatan yang akan terjadi jika ia memenuhi persetujuan tersebut, karena ia akan dihadapkan kepada kesulitan dalam menegakkan agama dan ibadah mengingat Allah berfirman yang artinya:

“Dan tidak akan rela kepadamu orang-orang yahudi dan nasrani hingga engkau mengikuti agama mereka.” (Qs. Al-Baqarah 120)

Berbeda dengan perjanjian yang tidak ada kemudharatannya, maka wajib untuk dipenuhi. (Qs. Al-maaidah 1)

Allahualmbishowab. Inakhtoktu Allahu warusuluhu bariiani min hadzaa.

Saturday, September 13, 2014

MA #132: Shalat di mesjid yang penuh dengan praktek bid'ah

Assalamu'alaykum, ustadz. Ana ditugaskan bekerja di luar kota, qadarallah ana disediakan tempat tinggal di perkampungan penduduk setempat. Ketika shalat berjamaah di masjid setempat, ana menjumpai beberapa hal, di antaranya sebelum & sesudah adzan mengucapkan pujian-pujian yang panjang dengan pengeras suara, menggunakan bunyi sirine sebelum adzan, imam tidak memerintahkan merapatkan shaf, sehingga makmum shalat dengan renggang, gerakan & bacaan dalam shalatnya cepat hampir tidak tuma'ninah, setelah shalat berdzikir dengan suara nyaring & pengeras suara.

Yang manakah yang lebih utama, ana tetap bermakmum shalat di masjid tersebut atau shalat sendiri di rumah? Mohon nasihatnya ustadz, bagaimana ana menyikapinya. Jazakallahukhoir wa barakallahufik.

Kalau memang hanya masjid itu saja yang bisa untuk berjamaah, maka berjamaah lebih baik, mengingat hukum berjamaah dalam shalat menurut pendapat yang benar adalah wajib. (Fatwa Lajnah Daaimah). Sedangkan berkenaan dengan bid'ah-bid'ah yang ada, jika tidak sampai mengeluarkan seseorang dari ke-Islaman maka shalatnya insyaAllah, tetap sah. Tapi jika imamnya telah melakukan bid'ah yang telah mengeluarkan dari Islam, maka shalat dibelakangnya tidak sah. (Misal bid'ah yang mengeluarkan dari Islam, bidah kesyirikan, semisal meminta tolong / istighostah kepada selain Allah, dll). (Fatwa Lajnah Daaimah).

Dan barangkali itu juga merupakan ladang dakwah dan kewajiban kita untuk menyebarkan ilmu yang shahih, karena bisa jadi mereka melakukan hal tersebut karena memang tidak memiliki ilmu dan sifatnya hanya turun temurun dari kakek nenek moyang mereka saja. Kita tidak tahu barangkali dengan usaha kita mendakwahi mereka, Allah bukakan pintu hidayah untuk mereka. Memang hal ini bukanlah sesuatu yang ringan tapi penuh dengan tantangan dan rintangan, tapi yakinlah bahwa Allah berjanji untuk menolong siapa saja yang menolong dan menegakkan agamaNya dan menguatkan langkah mereka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (7) [محمد/7]
 
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menolong agama Allah, maka niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan pijakan-pijakan kalian.” (Qs. Muhammad 7)

Allahualmbishowab.

MA #131: Umur umat Islam (akhir zaman)

Assalaamu'alaikum, ustadz. Ana pernah nonton kajian tentang Akhir Zaman dari salah satu ustad pengisi tv sunnah di parabola; disebutkan bahwa umur umat Islam hingga hari kiamat itu antara 1400-1500 tahun hijriah semenjak diutusnya Rasulullah.
 

Beliau mengambil pendapat menurut Imam Ibnu Hajar, umur umat Islam itu sekitar 1476 H, menurut Imam Suyuthi, 1477 H, dan menurut Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahumulloh diatas 1400 tahun.
 

Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, menurut pemateri sekitar 41 tahun lagi tanda besar kiamat (yaitu dicabutnya nyawa semua muslim oleh angin lembut dari Yaman) akan datang. Mohon pencerahannya mengenai hal ini. Jazakumullah khairan.

Memang hal tersebut merupakan kesimpulan dari beberapa hadist Rasulullah diantaranya adalah hadist:

“Tetapnya kalian jika dibandingkan dengan umat-umat sebelum kalian seperti antara shalat asar hingga terbenamnya matahari, umat kitab taurat diberi kitab taurat tersebut, mereka mengamalkannya sampai pertengahan siang, hingga mereka lemah, mereka diberi satu qirath satu qirath, kemudian umat injil diberi injil tersebut, mereka mengamalkannya hingga tiba waktu asar, kemudian mereka lemah, mereka diberi satu qirath satu qirath, kemudian kalian diberi Al-Quran, dan kalian amalkan hingga terbenamnya matahari, kalian diberi dua qirath dua qirath, umat taurat berkata,”Wahai Tuhan kami, mereka (kaum muslimin) lebih sedikit amalnya, tapi lebih banyak pahalanya, Allah berfirman, ”Apakah Aku mendholimi terhadap pahala kalian?", mereka berkata, ”Tidak”, "Itulah karuniaKu yang aku berikan kepada siapa yang Aku kehendaki.” (Qs. Al-Bukhari).

Jadi umur orang yahudi antara fajar hingga pertengahan hari, umur orang nashrani dari pertengahan hari hingga shalat asar dan umur kaum muslimin dari asar hingga terbenam matahari.

Ahli sejarah sepakat bahwa umur yahudi 2000-2100 tahun. Sedangkan umur nashrani 600 tahun.

Hal ini didasarkan hadist yang menjelaskan bahwa, ”Jarak antara Nabi Isa dengan Nabi Muhammad adalah 600 tahun. (HR Al-Bukhari).

Maka secara hitungan bahwa umur kaum muslimin adalah: 2000 atau 2100 – 600 tahun = 1400 tahun atau 1500 tahun. (Waktu fajar hingga siang + siang hingga sore + sore hingga terbenam matahari = satu hari).

Jadi kalau sekarang sudah berlalu 1435 h + 13 tahun (masa kenabian sebelum ditetapkannya tahun hijriyah), umur umat islam yang telah berlalu adalah: 1448 tahun.

para ulamapun berbeda dalam memahami hadist tersebut, salah satunya sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan / penjelasan di atas, yang berpendapat maksudnya adalah nominal-nominal angka tahun tersebut.

Sedangkan menurut Ibnu Hajar, beliau berpendapat bahwa maksud hadist tersebut adalah perbedaan antara sedikit banyaknya amal, dan bukan panjangnya umur / jarak (dengan tahun).

Hal ini dikuatkan oleh kesepakatan para ulama bahwa jarak antara Nabi Isa dengan Nabi Muhammad lebih pendek dari pada jarak Nabi Muhammad dengan hari qiyamah, karena jumhur ilmuwan sejarawan mengatakan bahwa jarak antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah 600 tahun (sebagaimana disebutkan dalam shahih Al-Bukhari).

Jadi seandainya hadist tersebut dimaknai dengan jarak waktu maka berkonsekuensi waktu asar lebih panjang dari waktu dhuhur, (karena jarak antara Nabi Isa dengan Nabi Muhammad lebih pendek dari jarak Nabi Muhammad dengan hari qiyamah) dan tidak ada orang yang mengatakan hal tersebut. Maka hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa maksud hadits tersebut bukanlah umur / jumlah nominal tahun, akan tetapi banyak dan sedikitnya amal.

Yang kedua bahwa angin yang akan menghembus dari arah Syam, dimana disaat dihembuskan tidak ada seorangpun yang berada dipermukaan bumi yang masih ada iman meskipun sebesar biji dzarrah akan dicabut nyawanya (sebagaimana dalam hadist muslim), tapi dalam hadist tersebut tidak disebutkan secara pasti waktunya.

Demikian pula banyak ayat maupun hadist yang menyebutkan bahwa hari qiyamah telah dekat. (Qs. Al-Anbiya 1, An-Najm 57-58, dll). Tapi tidak ada yang menyebutkan waktunya secara pasti.

(Fatwa Syabakah Islamiyah dan Fathul Baari).

Allahualmbishowab.

MA #130: Jumlah iblis

Afwan, ustad. Iblis itu jumlahnya berapa njih, cuma 1 atau banyak njih? Apa seorang muslim itu wajib belajar ilmu aqidah secara khusus ataukah cukup tau jika Allah itu yg memberi rizki, yang menghidupkan mematikan, tidak boleh menyembah kepada selain Allah.

Iblis hanya satu (kisah iblis bisa dilihat dalam banyak ayat diantaranya adalah Qs. Al-Baqarah 30 - selesai); disitu dan ayat-ayat lain disebutkan bahwa iblis hanya satu.

Yang banyak itu syethan. Karena syetan itu bisa dari golongan jin dan manusia (Qs. An-Nas).

Aqidah cakupannya cukup luas, rukun iman yang 6 termasuk aqidah, tapi kalau maksudnya berhubungan dengan tauhid, maka tiga tauhid (tauhid uluhiyah, rububiyah dan asma dan sifat) harus diketahui seorang muslim.

Allahualmbishowab.

MA #129: Aqiqah dengan sapi

Bismillah. Apakah aqiqah bisa di ganti dengan sapi? Jika boleh seperti apa perhitungannya?

Jumhur (mayoritas) ulama membolehkan beraqiqah dengan unta, sapi dan kambing. Hal ini didasarkan hadist Rasulullah:

: "من ولد له غلام، فليعق عنه من الإبل والبقر والغنم". ورواه الطبراني

“Barang siapa yang dilahirkan untuknya seorang anak, maka hendaklah ia beraqiqah berupa unta, sapi dan kambing.” (HR Ath-Tabraany, Al-Iraaqy berkata, bahwa sanadnya baik).

Allahualmbishowab.

Afwan, ustadz kelupaan. Apakah yg diaqiqah boleh memakan daging aqiqahnya? Syukron.

Ya boleh, sebagian ulama menjelaskan bahwa pembagian daging aqiqoh sama dengan pembagian qurban, bisa sebagian untuk dimakan sendiri, sebagian yang lain untuk dishodaqohkan dan untuk dihadiahkan kepada kerabat.
Hal ini didasarkan pada hadist:

Rasulullah bersabda tentang aqiqah:
يأكل و يطعم (رواه ابن شيبة)
"Ia memakannya dan memberi makan (dari daging aqiqah tersebut). (HR Ibnu Syaibah). (Fatwa Syekh Sholih Munajjin).

Allahualmbishowab.

MA #128: Hukum menyentuh Juz amma

Ustad, apakah sama dalam menghukumi Al Quran dengan juz amma, misal wanita haid tidak boleh menyentuhnya? (Afwan kalau dulu sudah ditanyakan.)

Ya, bahwa juz amma adalah bagian dari Al-Quran.

Ini ada jawaban yang mungkin cukup lengkap tentang hukum orang yang berhadast besar (junub dan haidh) dalam kaitannya dengan Al-Quran.

Larangan bagi orang yang berhadast baik dari hadast besar maupun kecil memegang mushhaf.

Firman Allah:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (79) [الواقعة/79]

Hadist Rasulullah:

حديث أبي بكر بن محمد بن عمرو بن حزم عن أبيه عن جده أن النبي صلى الله عليه وسلم كتب إلى أهل اليمن كتابا وفيه لا يمس القرآن إلا طاهر ) رواه الأثرم والدارقطني لمالك

”Bahwa Rasulullah pernah mengutus kepada penduduk yaman sebuah kitab (tulisan) yang didalamnya terdapat tulisan,”janganlah memegang al-quran kecuali orang yang suci”.(Hr. Ad-daaruquthny dan Imam malik dan dishahihkan Al-Bany).

Fatwa Ibnu Tiyamah:
Bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa, ”Memegang mushaf harus dalam keadaan suci (dari hadast besar maupun kecil) didasarkan pada dalil Quran maupun sunah, dan inilah pendapat yang masyhur dikalangan para shahabat”.

Sedangkan larangan untuk membaca didasarkan :

عن علي قال كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقرئنا القرآن على كل حال ما لم يكن جنبا ضعيف الترمذي

“Dari Ali berkata, ”Bahwa Rasulullah membacakan Al-Quran untuk kita dalam segala keadaan, kecuali disaat junub.” (HR At-Tirmidzi, hadist ini didhoifkan oleh Syekh Al-Bany tapi dishahihkan oleh Imam At-Tirmidzi, Ibnu Sakan, Al-Baghowi dan Abdul Haq).

Meskipun hadist tersebut diperselisihkan oleh para ulama akan tetapi ada dalil yang cukup kuat tentang larangan tersebut, yaitu ijma’ / kesepakatan para ulama sebagaimana dinukilkan oleh Syekh Ibnu Taimyah. Beliau mengatakan, ”Para ulama ijma’ / sepakat bahwa orang yang sedang junub tidak diperbolehkan untuk membaca Al-Quran.”

Sedangkan hukum wanita haidh membaca Al-quran. Jumhur ulama berkata:
“Hukum haidh seperti junub, bahkan hadastnya bisa lebih berat dari pada junub, maka wanita haidh juga tidak diperbolehkan membaca Al-Quran”. Jadi dalil jumhur ulama adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan wanita haidh dengan junub.

Sedangkan pendapat sebagian ulama diantaranya adalah Syekh Ibnu Taymiah dan madzhab Imam Maliki membolehkan bagi wanita haidh membaca Al-Quran.
Dengan dalil istihsan (menganggap baik membaca Al-Quran) karena jika tidak diperbolehkan membaca Al-Quran, akan menyebabkan wanita haidh tidak mendapatkan kesempatan membaca Al-Quran dalam waktu yang lama (masa haidhnya).

Maka untuk menggabungkan kedua pendapat tersebut, bisa menggunakan fatwa syekh Utsaimin, dimana beliau berpendapat: “Wanita haidh diperbolehkan membaca Al-Quran jika ada kebutuhannya, semisal khawatir dengan hafalannya akan hilang jika tidak dimurojaah, atau seorang ustadzah pengajar Al-Quran, dll.”

Kesimpulannya:
Junub dan haidh menurut pendapat yang kuat adalah tidak boleh memegang secara langsung mushhaf Al Quran, tapi boleh bila dengan perantara, semisal kaos tangan, dll.

Allahualmbishowab.
Inakhtuktu Allahuwarusulhu bariiani min hadzaa.