Tuesday, September 9, 2014

MA #106: Pengertian khulu' (bedanya dengan talak)

Kurang jelas yang postingan tentang khulu, ustadz. Maksudnya apakah ketika istri melafazkan khulu ke suaminya, langsung jatuh talak? Setahu ana talak hak suami, syukron.

Pengertian khulu' menurut empat madzhab :

Madzhab Hanafi
“Menghilangkan / meniadakan kepemilikan akad nikah yang tergantung persetujuan pihak istri (ditandai dengan menyerahkan I’wadh atau timbal balik berupa mahar / harta kepada pihak suami), dengan lafadz “khulu” atau semakna.

Madzhab Maliki
Talak / perceraian dengan adanya I’wadh dari pihak istri atau walinya atau wakilnya, atau dengan lafadz khulu’ (bukan lafdz talak/ cerai) meskipun tidak harus ada I’wadhnya.

Madzhab Syafii
Perpisahan antara suami istri dengan adanya I’wadh baik dengan lafadz talak maupun khulu’.

Madzhab Hanbali
Suami yang memisahkan istrinya darinya, dengan I’wadh dan dengan lafadz-lafadz khusus.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa: Pendapat jumhur ulama (Madzhab Hanafi, Syafii dan Hanbali), bahwa: I’wadh (timbal balik / harta yang akan diberikan oleh istri untuk suaminya, agar ia mau menceraikannya), adalah syarat yang harus ada dalam akad “khulu’”. Hal ini juga merupakan pendapat Syekh Shalih Munajjid, Syekh Ustaimin, Syekh Shalih Fauzan.

Dan inilah pendapat yang kuat, hal ini didasarkan pada beberapa dalil:

1. Firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 229.

2. Hadist Rasulullah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ .أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتِ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتُبُ عَلَيْهِ فِى خُلُقٍ وَلاَ دِينٍ ، وَلَكِنِّى أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِى الإِسْلاَمِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ » . قَالَتْ نَعَمْ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « اقْبَلِ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً » .

“Dari Ibnu Abbas bahwa istri Tsabit bin Qois mendatangi Rasulullah, dan berkata, ”Ya Rasulullah, Tsabit bin Qois (seseorang) yang aku tidak mencela akhlak dan agamanya, akan tetapi aku khawatir terjatuh dalam kekufuran dalam Islam, Rasulullahpun bersabda, ”Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya?.” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah bersabda kepada Tsabit, terimalah kebun tebun tersebut, dan cerailah ia." (Hr. Al-bukhari)

Sedangkan menurut Imam Malik, bahwa I’wadh tersebut bukanlah syarat dalam akad “khulu’”, sehingga khulu’ bisa dengan I’wadh bisa juga tidak.

Sedangkan lafadz khulu’, menurut madzhab Hanafi, Syafii, dan Hanbali bisa menggunakan lafadz khulu’ (yang semakna) ataupun dengan lafadz talak, misal ucapan seorang suami: aku khulu’ kamu dengan timbal balik sebesar begini dan begitu, atau aku ceraikan engkau dengan timbal balik sebesar begini dan begitu.

Sedangkan dalam madzhab Maliki kata “talak” tidak termasuk dalam lafadz “khulu’.” Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syekh Shalih Fauzan, dimana beliau mengatakan, ”Jika menggunakan kata “talak” maka hal tersebut terhitung sebagai talak.

Ulama berbeda pedapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat Jumhur ulama, diantaranya Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, diriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar, Ali, Said bin Musayyib, Umar bin Abdul Aziz, Asya’bi, Qitadah, dll. berpendapat bahwa wanita yang khulu’ iddahnya sama seperti wanita yang dicerai suaminya yaitu 3 quru’.

Dalil :
Khulu’ adalah bagian dari talak.
Keumuman firman Allah Qs. Al-baqarah 228.

Riwayat dari Usman bin Affan, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ishaq ibnu Mundzir, Abban bin Usman, mereka berpendapat bahwa iddah wanita khulu’ adalah satu kali haidh. Dalil:

عن ابن عباس أن امرأة ثابت بن قيس اختلعت منه فجعل النبي صلى الله عليه وسلم عدتها حيضة

Dari ibnu Abbas, bahwa “istri Tsabit bin Qois ketika khulu’ dari suaminya, Rasulullah menjadikan iddahnya satu kali haid.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah dan dishahihkan Syekh Al-Bany).

Pendapat beberapa ulama :
Syekh Ibnu Taimyah dan muridnya Ibnul Qoyyim berpendapat dengan pendapat yang kedua, yaitu iddahnya dengan satu kali haidh. Hal ini didasarkan pada hadist istri Tsabit bin Qois (tersebut diatas).

Pendapat ini juga merupakan pendapat Syekh bin Baz dan Syekh Sholih Al-Munajjid.

Kesimpulan

Maka khulu’ yang tidak ada I’wadhnya menurut jumhur ulama, adalah talak biasa. Jika hal tersebut dianggap sebagai talak biasa maka iddahnya seperti talak biasa.

Sedangkan jika terjadi khulu’ (dimana dalam akadnya ada I’wadhnya) maka pendapat yang kuat iddahnya adalah sekali haid.

Allahualmbishowab.

No comments:

Post a Comment